Saturday, September 17, 2016

Film Biru

Pula seperti rutinitas laki-laki menonton film biru di kamar mandi, merahasiakan sejarah kelam adalah dosa yang diwajarkan

Saturday, July 30, 2016

Impian Jaka

Menjadi tuhan adalah pilihan bebas. Oleh sebab itu jaka memutuskan untuk menjadi tuhan. Jadi jaka harus membunuh kedua orang tuanya, kerabat, sahabat, dan pacar. Karena tuhan harus tunggal, bukan?

Saturday, June 18, 2016

Berkumpul

Ketika itu malam dan semua orang tertidur pulas. Dan tiba-tiba bumi bergetar kuat dan semua manusia terbangun dan kami berkumpul di Padang Mahsyar. Bahkan orang-orang yang telah lama mati juga berkumpul, termasuk kepala tak bertubuh dan tubuh tak berkepala

Sunday, June 5, 2016

Tarian Kupu-kupu

Kupu-kupu masih menari,
Melawan angin yang diam 
Barangkali kekasih sembunyi di genggaman tuhan.
Kupu-kupu masih menari,
Naik ke puncak matahari 
Barangkali kekasih sedang disekap oleh cahaya yang murung.
Kupu-kupu masih menari,
Menantang setiap pohon, ranting, daun, akar, semua yang ada di depannya
Barangkali kekasih sedang dicumbu iblis di dalam jantung pohon beringin.
Kupu-kupu masih menari,
Menjelajahi tiap detail bumi yang penuh riuh kemarahan 
Barangkali kekasih hendak bunuh diri menjeburkan diri sendiri ke inti bumi.
Kupu-kupu masih menari,
Kali ini sembari bercerita kepada bunga matahari: Kekasih yang selalu sembunyi di pelukan ketika petir menyambar tiang raksasa tempat burungburung gereja beranak-pinak 



Lamongan, 6 Juni 2016



Friday, June 3, 2016

Kudeta Kepada Tuhan

Tuhan kesepian ketika pertama dilahirkan. Dia ditinggalkan oleh orang tuanya di kekosongan yang tak memiliki ruang. Kekosongan yang hanya ada hitam kegelapan. Menyiksa dengan bangga. Merampas kebahagiaan yang harusnya dimiliki bayi yang bernama Tuhan. Ketika itu Tuhan menangis sangat keras.
Satu hari berselang setelah Tuhan diahirkan, dia tumbuh desawa. Dia tak lagi menangis seperti pertama dilahirkan. Dia hanya diam dan membuka mata lebar. Mencari apa saja untuk dilihat. Tapi kekosongan masih sama, berwarna hitam. Menyiksa dengan bangga. Merampas kebahagiaan yang harusnya dimiliki Tuhan.
Kekosongan tak menyisakan apapun untuk dipandang atau didengar. “Jika hanya ada gelap, mengapa tak kau ciptakan cahaya?” Teriak hati Tuhan. Tentu itu adalah ide paling brilian.
“Jika bisa menciptakan cahaya, ciptakan pula dunia dan makhluk. Dengan begitu mereka bisa menghibur dan kau cintai,” teriak otak. Tentu itu adalah ide paling brilian juga.
Seketika itu Tuhan memerintahkan mulut untuk mengucapkan matera ajaib, “Jadilah, jadilah, jadilah,” maka selama enam hari dunia tercipta lengkap dengan makhluknya. Termasuk juga matahari yang memancarkan cahaya terang dan memaksa gelap dari kekosongan untuk pergi jauh dari dunia. Tuhan tak lagi kesepian dengan itu. Setelah itu juga Tuhan menciptakan kahyangan sebagai tempat dia singgah dengan damai sembari menyaksikan ciptaan yang dicintai.
Esok setelah penciptaan itu, dunia tumpah oleh kebahagiaan makhluk. Angin menari dengan riang. Burung-burung gereja menyanyikan lagu cinta. Pula ombak yang saling mengejar satu sama lain, dan di tepi pantai mereka bertemu lalu bercinta sepanjang hari. Ketika itu gelap samasekali tak berani menunjukan dirinya. Dia benar-benar dikalahkan oleh Tuhan dengan sangat mudah.
Sehari setelah pesta meriah di dunia, Tuhan harus menelan pilu yang luar biasa.
Tuhan berencana ikut serta dalam pesta besar tersebut dengan cara turun ke dunia dan menyamar sebagai manusia. Namun ketika dia berjalan di jalan setapak arah menuju pesta besar itu berada, ditemuinya semua makhluk dalam keadaan ketakutan. Angin tak lagi menari, burung-burung gereja menyembunyikan diri di goa, dan ombak tak lagi bercinta.
Disaksikan sendiri oleh Tuhan, manusia-manusia ketika itu menjadi momok menakutkan bagi makhluk-makhluk lain di dunia. Mereka dirasuki kegelapan dari kekosongan sehingga saling membunuh satu sama lain dengan sangat keji. Seorang wanita dibunuh dengan cara tangannya diikat ke atas hingga tubuh berdiri tegak dan kaki dibuka lebar, lalu di antara kedua kaki tersebut dinyalakan api yang kemudian membakar kemaluan sang wanita hingga meninggal. Seorang wanita lagi diperkosa oleh puluhan laki-laki, lalu setelah itu dibunuh dengan dipenggal kepalanya. Seorang wanita lagi dibunuh dengan cara kemaluannya disobek-sobek menggunakan pisau kecil. Seorang wanita lagi yang sedang hamil dibunuh dengan cara tubuhnya dipotong menjadi tiga bagian, lalu perutnya disobek dan janin di dalam perut tersebut dikeluarkan. Belum selesai. Janin tersebut ditusuk dengan besi panas di atas kepalanya lalu dipanggang. Seorang laki-laki dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya, lalu kepala yang terpisah dari tubuh tersebut ditusuk dengan bambu runcing dan diletakkan di pojok jalan. Puluhan laki-laki lagi dibunuh dengan cara kemaluannya dipotong dan dijadikan souvenir di depan rumah sang pembunuh.
Menyaksikan hal tersebut, seketika Tuhan terbang kembali ke kahyangan. Ketika itu dia menangis dengan sangat keras, lebih keras daripada tangisan pertamanya. Kepiluan yang mendalam karena makhluk yang harusnya dia cintai tiba-tiba berubah menjadi makhluk paling ganas.
Tuhan menyesali semua yang telah terjadi. Menyesal telah menciptakan dunia. Menyesal telah melawan kekosongan. Menyesal telah dilahirkan. Hingga Tuhan memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri.
Dan setelah itu dunia menjadi berbeda. Kegelapan terjadi setiap harinya. Manusia sang pembunuh diangkat menjadi raja oleh kekosongan. Dan kegelapan menamakan dirinya, TUHAN.



Surabaya, 3 Juni 2016

Tuesday, May 31, 2016

Malam dan Rindu Abadi

Di 24 selalu kusisihkan 1 untuk memandang gelap sekaligus mengingat namamu. Dan di 23 dari 24 kusiapkan untuk menahan rindu yang hendak memberontak dan merobek-robek jantung. Namun jika diperbolehkan tuhan, di langit biru itu akan kutulis sebuah nama agar kita bisa berdamai dan tak berperang yang tiada henti ini. Tentu itu namamu

Sunday, May 29, 2016

Neraka Itu Panas, Jendral?

Jendral, saya dengar kabar dari domba yang baru saja pindah dari planet Sana dan menetap di planet Sini, katanya anda sedang ditimpa masalah besar di planet Sana. Ah Jendral, saya ada solusi untuk itu. Mudah saja, anda bisa tinggal di planet Sini.
            Jendral, jika masalah anda adalah kasus pencurian, jadilah warga planet Sini. Di planet Sini pencuri bisa meminta bantuan Polisi untuk mengusir tuan rumah dari rumahnya. Dengan begitu tentu pencuri bisa leluasa mengambil barang mereka tanpa ada yang teriak, “malinggg, malingggg.”
Jendral, jika masalah anda adalah kasus pemerkosaan, jadilah warga planet Sini. Di planet Sini ada ratusan wanita cantik berkulit putih dan bermata sipit yang pasti nikmat dan legit bila diperkosa. Jangan takut jika nanti ada yang menuntut anda, kami orangnya pemaaf dan mudah lupa.
Jendral, jika masalah anda adalah tidak memiliki tuhan, jadilah warga planet Sini. Di planet Sini tuhan dan agama dijual terpisah dengan harga murah meriah. Bahkan di hari-hari tertentu setiap tahunnya ada diskon besar-besaran.
Jendral, jika masalah anda adalah kasus pembunuhan, jadilah warga planet Sini. Di planet Sini anda diperbolehkan membunuh siapapun, halal hukumnya. Kalau korban anda menolak untuk anda bunuh, anda bisa menuntut mereka dengan tuduhan perilaku tidak menyenangkan. Tidak hanya itu Jendral, anda pun bisa diangkat jadi pahlawan nasional bila anda sudah membunuh ratusan ribu manusia. Tentu itu hal yang istimewa, bukan?
Ah Jendral, kebetulan sekali. Jika anda ingin menjadi raja, jadilah warga planet Sini. Di planet Sini kami mencari sosok raja yang seperti anda: pencuri, pemerkosa, tak bertuhan, dan pembunuh berdarah dingin.
Tunggu apa lagi Jendral?

Monday, May 23, 2016

Menjadi Tuhan

Pertama saya makan nasi. Lalu tiba-tiba saya berada di gunung sinai dan orang-orang memanggil saya tuhan. Karena saya bingung, perintah pertama saya kepada umat: semua manusia harus makan nasi sekarang juga. Setelah semua manusia makan nasi, mereka menjadi tuhan. Kemudian saya perintahkan mereka untuk menjadikan saya manusia kembali. Setelah saya menjadi manusia, mereka saling berebut memerintah saya dan bumi. Tak lama berselang mereka perang. Aku dan bumi menjadi yatim piatu.

Tuesday, May 17, 2016

Sunday, May 8, 2016

Berita Hari Ini



HUKUMAN MATI TELAH DITETAPKAN
Jakarta, 7 April 2029
Prosesi eksekusi mati pelaku pembakaran hutan Kalimantan akan dilakukan bulan depan, tepatnya minggu 13 Mei 2029. Pembakaran hutan Kalimantan terjadi pada 8 Mei 2020, menewaskan 968 Orangutan, 307 Beruang Madu, 410 Owa Kalimantan, 230 Lutung Merah, 520 Enggang Gading, 440 Enggang Hitam, 183 Punai Imbuk, dan 167 Uncal Merah.
            Hal tersebut membuat Aliansi Hewan Bersatu (AHB) merasa bahagia Karena tuntutan mereka di Pengadilan Tinggi Galaxy Bima Sakti tercapai. AHB selama ini berjuang tanpa henti, tuntutan-tuntutan mereka selalu ditolak oleh pengadilan tingkat nasional maupun internasional karena kejadian tersebut tidak mengakibatkan jatuhnya korban bangsa manusia.
            “Huu ha hwa hu kwha huh u hu hwa hu haa ha hwah, hu ha haa ha hwa hwa hah ha a huuu. Huu kwah huw haa ha wah ha hu huu hu haa hu ha ha ha aa huu hwa hu haa huu u u haa.” Ujar Monge, Bangsa Orangutan sekaligus ketua AHB.
            Sesuai ketetapan Pengadilan Tinggi Galaxy Bima Sakti, kedua pelaku yaitu Kecoa dan Tikus akan dieksekusi dengan cara Kursi Penghakiman. Dua algojo sudah disiapkan untuk proses eksekusi, yaitu Facebook dan Twitter.

Saturday, May 7, 2016

The Ruling Class


Anjing itu terus melihatku setiap aku keluar rumah. Dia anjing kampung kumuh, terlihat beringas dengan taring yang kerap dan banyak busa di mulutnya. Sepertinya sudah beberapa minggu dia di sana, di bawah tiang listrik depan rumahku.

Aku tak begitu yakin mengapa dia melihatku tajam. Seperti tatapan laki-laki yang menantang berkelahi.

Biar saja. Hari ini kubiarkan. Tapi jika besok dia masih seperti itu, akan kulempar dengan batu, lalu kumasukan dalam karung dan kutali rapat, kupukul-pukul dengan tongkat, kubanting-banting, dan terakhir kulindas dengan tank!

Aku Adalah Diriku Yang Merindukanmu



Karena rindu aku kembali ke ramih Ibu. Karena cinta aku kembali menjadi Adam dan Hawa

Friday, May 6, 2016

Di Pucuk Malam

Di pucuk malam,
Aku rebah bersama waktu dan petang
Diam-diam saling berkisah tentang tuhan.
Halimun pekat menutup masa,
Namun tak jua kau sambut raga dan sukmaku yang sudah lama datang.

Di pucuk malam,
Serigala mengaung memanggil purnama
Pelacur berbondong dan berhamburan,
Aku gelisah merindukan rindu yang direnggut fajar.

Dan mawar yang kau genggam tak lagi bergembira.

Di pucuk malam,
Yang tersisa ampas rindu.
Yang sebentar lagi dihempas angin malam,
Dan mati.

Lamongan, 4 Januari 2016

Thursday, May 5, 2016

Kamis Malam Pukul 24:00

Bulan lalu kau masih cacing, minggu ini kau menjadi manusia, hari ini kau menjadi kyai, minggu depan kau menjadi nabi. Dengan itu, apa bulan depan kau akan menjadi tuhan?

Sunday, March 27, 2016

Surat Untukmu, Kekasihku

Untuk Rivya, kekasihku
            Aku selalu memikirkan bagaimana cara menyampaikan ungkapan siksaan rindu kepadamu. Rindu ini telah menyiksaku: Mengikat tangan dan kaki, serta membungkus rapat kepalaku dengan kain hitam, kemudian mencincangku di ruang sempit dan pengap. Menghujani sekujur tubuh dengan pukulan dan tendangan, serta hujatan-hujatan dari diksi cinta. Aku benar-benar terperangkap dalam peliknya kerinduan besar ini, kasih.
            Delapan tahun lalu aku melihatmu pertama kali. Kau duduk lantang di sudut ruang kelas. Gelagak keras tawa dan disusul senyum dengan lesung pipit itu menyeret perhatianku. Aku seperti seorang bayi yang baru dilahirkan dan bertemu bumi, menangis keras, bahagia karena telah hidup. Iya, aku telah merasakan kehidupan yang indah dari senyum singkat itu, kasih. Ah, rasanya seperti baru semalam.
Dan empat tahun lalu, saat pertama kita memulai kisah percintaan yang adalah bagian terindah dalam hidupku. Tuhan telah meniupkan angin asmara yang besar kepadaku. Yang kemudian dengan bahagia kujunjung dan kupikul kemanapun aku melangkah. Kita telah berkelana di jalan setapak, menuju arah tenggelamnya matahari serta ditemani romantisnya jingga senja dan nyanyian kawanan burung bangau.
Kita sangat menikmati menjadi diri kita sendiri. Menjadi sepasang orang gila, benar-benar gila. Tak ada sekalipun pertemuan kita tanpa adanya adegan kegilaan. Kita adalah sepasang kekasih dan sepasang kawan yang sangat akrab. Kita membagi apapun. Dan kita adalah penutur bagi segala macam riuh bahagia kehidupan.
Namun Rivya, kekasihku. Aku benar-benar menyesalkan kejadian itu, pertengkaran besar antara kita. Nyatanya memang waktu telah memaksa untuk kita saling bersingkur. Kita melangkah berlawanan, dengan kemarahan yang berpihak kepadamu. Kasih, menagapa kau sangat marah ketika itu? Tiga tahun telah kita lalui sebagai dua kubu musuh besar. Kita saling mengeja kata-kata permusuhan tanpa ampun. Kemarahan ini seperti api abadi yang samasekali tak mungkin bisa padam.
Rivya, kekasihku. Surat ini bukanlah bagian dari upayaku menepuh perdamaian denganmu. Upaya-upaya semacam itu, yang telah kulakukan berkali-kali selalu bisa kau tanggalkan, mentahkan tanpa menghisap sedikitpun rasa. Tapi ini adalah upayaku untuk mengungkapkan kepadamu, “Aku benar-benar merindukanmu.”
Rindu adalah perkara yang pelik. Dia hanya menggunakan bahasa siksaan kepada si pemiliknya. Rindu tak pernah membelaku seperti kebencian yang setia kepadamu. Dia adalah si algojo yang kapanpun siap menikam pemiliknya dari belakang. Dia adalah perkara yang sungkar untuk ditanggalkan.
Jadi, Rivya kekasihku. Bantu aku untuk satu kali ini saja. Keluarkan aku dari belenggu kerinduan ini. Aku merindukan kita.

Ungkapan Kematian

Tentang kematian. Kematian adalah kesepakatan manusia dengan tuhan. Adalah janji yang tak mungkin ingkar. Janji yang telah disepakati, mendahului kelahiran itu sendiri. Dan, ungkapan kematian adalah ungkapan penuh kebingungan.
Gemersak suara daun jagung kering yang saling dipertemukan angin mengiringi upacara kematian di sebuah makam tengah persawahan Desa. Do’a dibacakan cepat oleh ustad di samping gundukan tanah, tempat jasad dikuburkan. Dan angin semilir benar-benar menjadi kawan upacara tersebut. Dalam barisan melingkar yang tak tertata rapi, di bagian depan terdengar lirih tangisan. Yoga sedang menangisi kepergian Ibu yang dicintai. Pula beberapa saudara. Kecuali Prajna, adik Yoga, yang hanya memandang kosong. Tak sekecap suara pun keluar dari mulut kecilnya, dan tubuh lemas seperti ranting kering di ujung pohon kamboja. Prajna hanya membayangkan Ibunya menari pelan seperti bangau sedang berjalan menuju matahari yang hendak tenggelam, dan kemudian menghilang bersama jatuhnya gelap.
Kehilangan ini adalah kali kedua dalam sejarah keluarga Prajna. Sebelum Ibu meninggal, empat tahun lalu anak paling bungsu bernama Panji yang baru berusia sembilan tahun meninggal karena kecelakaan ketika pulang dari sekolah. Dia bersama tiga kawannya meninggal seketika karena tertabrak oleh bus yang melaju kencang dan lepas kendali. Itu adalah pukulan yang sangat menyakitkan bagi keluarga besar, terutama Prajna yang sangat menyayangi Panji, adik bungsunya.
“Ini sama, Bu!” Sua Prajna dalam hati. “yang membedakan hanyalah upacara kali ini aku tak di sampingmu.”
Ayah menggapai Prajna, dan kemudian dia peluk erat tubuh Anak perempuan satu-satunya dalam keluarga.
“Menangislah, nak. Kau bebas untuk menangis dalam upacara yang sedih ini.” Kata ayah kepada Prajna.
Prajna benar-benar tak tahu bagaimana harus menyikapi kesedihan ini. Dalam hatinya hanya ada bayang-bayang tarian ibunya. Matanya samasekali tak menunjukan hendak mengeluarkan air mata, hanya kosong. Bahkan mulutnya pun tak bergeming seperti saudara-saudaranya. Belum ada seucap kata pun yang keluar dari mulut semenjak kematian Ibunya. Kehilangan ini seperti totok yang menutup pembuluh darah dan kemudian menyentak tubuh untuk tidak boleh leluasa bergerak.
Di kebisuan suara dan ketidak berdayaan itu, Prajna teringat kembali kenangan dengan Ibu dan Panji. Ketika itu panji yang masih berumur dua tahun tiba-tiba menangis tanpa sebab dan minta digendong oleh Ibu. Sementara ibu sedang dalam kerepotan menyiapkan sarapan untuk Yoga dan Prajna yang hendak berangkat ke sekolah. Kenakalan tingkah Panji memaksa Ibu terbopoh menggendongnya dalam kerepotan. Terpaksa Ibu harus golong koming memasak dan menimang-nimang Panji. Namun Ibu terlihat menikmati kondisi tersebut. Pula Panji yang tertawa lucu dengan pipi besarnya. Mereka seperti sangat mencintai satu sama lain.
Ingatan-ingatan akan Ibu dan Panji menyeret Prajna ke dalam nostalgia kehilangan yang besar. Namun lagi-lagi tak juga keluar setetes airmata atau gerutu dari mulutnya.
Di aura kesedihan yang menyelimuti upacara kematian ini, Prajna yang masih tersesat dalam nostalgia tiba-tiba tersentak oleh pengelihatan aneh. Panji terlihat berdiri di atas makam Ibu. Sinar matahari jelas menyinari dia dengan sangat terang. Pula seringai senyuman lucu Panji begitu cerah. Dia terlihat benar-benar bahagia. Tak lama berselang Ibu pun tiba-tiba datang entah dari mana, dan menghampiri Panji, mereka bersanding. Sinar matahari dan seringai senyuman itu sama. Mereka sama terlihat bahagia.
Prajna sadar betul bahwa itu adalah halusinasi dan tipuan kesedihan. Tapi biarpun itu hanyalah kebohongan, Prajna sangat bahagia karena sekali lagi bisa melihat kedua orang yang dicintai. Kebahagiaan tersebut nyatanya mampu mengalahkan kesedihan yang menjadi momok dalam suasana saat itu. Dan, senyum kecil muncul dari mulut Prajna. Dan, dia lirih bersuara,
“Aku mencintaimu, Bu, Panji”.
Suara dan senyum kecil Prajna memancing penasaran Ayah.
“Mengapa kau tersenyum, nak?” Tanya Ayah.
“Mengapa aku harus tidak tersenyum, yah?” Tanya balik dari Prajna.
Dan ayah semakin terheran dengan jawaban dari Prajna. Tatapan matanya benar-benar jelas menunjukan pertanyaan yang enggan untuk diucapkan. Prajna jelas mengetahuinya.
Kematian adalah bagian terpenting dalam kehidupan itu sendiri. Bukan perkara yang harus diperdebatkan atas ungkapan kematian. Karena memang tidak ada ungkapan yang pasti dalam menyikapi kematian. Atau mungkin, kematian hanyalah tipuan alam kepada manusia-mati hanyalah ungkapan berlebih atas kepergian.
 
Adsense Indonesia