Tuhan
kesepian ketika pertama dilahirkan. Dia ditinggalkan oleh orang tuanya di
kekosongan yang tak memiliki ruang. Kekosongan yang hanya ada hitam kegelapan. Menyiksa
dengan bangga. Merampas kebahagiaan yang harusnya dimiliki bayi yang bernama Tuhan.
Ketika itu Tuhan menangis sangat keras.
Satu
hari berselang setelah Tuhan diahirkan, dia tumbuh desawa. Dia tak lagi
menangis seperti pertama dilahirkan. Dia hanya diam dan membuka mata lebar. Mencari
apa saja untuk dilihat. Tapi kekosongan masih sama, berwarna hitam. Menyiksa dengan
bangga. Merampas kebahagiaan yang harusnya dimiliki Tuhan.
Kekosongan
tak menyisakan apapun untuk dipandang atau didengar. “Jika hanya ada gelap,
mengapa tak kau ciptakan cahaya?” Teriak hati Tuhan. Tentu itu adalah ide
paling brilian.
“Jika
bisa menciptakan cahaya, ciptakan pula dunia dan makhluk. Dengan begitu mereka
bisa menghibur dan kau cintai,” teriak otak. Tentu itu adalah ide paling
brilian juga.
Seketika
itu Tuhan memerintahkan mulut untuk mengucapkan matera ajaib, “Jadilah,
jadilah, jadilah,” maka selama enam hari dunia tercipta lengkap dengan
makhluknya. Termasuk juga matahari yang memancarkan cahaya terang dan memaksa gelap
dari kekosongan untuk pergi jauh dari dunia. Tuhan tak lagi kesepian dengan
itu. Setelah itu juga Tuhan menciptakan kahyangan sebagai tempat dia singgah
dengan damai sembari menyaksikan ciptaan yang dicintai.
Esok
setelah penciptaan itu, dunia tumpah oleh kebahagiaan makhluk. Angin menari
dengan riang. Burung-burung gereja menyanyikan lagu cinta. Pula ombak yang
saling mengejar satu sama lain, dan di tepi pantai mereka bertemu lalu bercinta
sepanjang hari. Ketika itu gelap samasekali tak berani menunjukan dirinya. Dia benar-benar
dikalahkan oleh Tuhan dengan sangat mudah.
Sehari
setelah pesta meriah di dunia, Tuhan harus menelan pilu yang luar biasa.
Tuhan
berencana ikut serta dalam pesta besar tersebut dengan cara turun ke dunia dan
menyamar sebagai manusia. Namun ketika dia berjalan di jalan setapak arah menuju
pesta besar itu berada, ditemuinya semua makhluk dalam keadaan ketakutan. Angin
tak lagi menari, burung-burung gereja menyembunyikan diri di goa, dan ombak tak
lagi bercinta.
Disaksikan
sendiri oleh Tuhan, manusia-manusia ketika itu menjadi momok menakutkan bagi
makhluk-makhluk lain di dunia. Mereka dirasuki kegelapan dari kekosongan sehingga
saling membunuh satu sama lain dengan sangat keji. Seorang wanita dibunuh
dengan cara tangannya diikat ke atas hingga tubuh berdiri tegak dan kaki dibuka
lebar, lalu di antara kedua kaki tersebut dinyalakan api yang kemudian membakar
kemaluan sang wanita hingga meninggal. Seorang wanita lagi diperkosa oleh puluhan
laki-laki, lalu setelah itu dibunuh dengan dipenggal kepalanya. Seorang wanita
lagi dibunuh dengan cara kemaluannya disobek-sobek menggunakan pisau kecil. Seorang
wanita lagi yang sedang hamil dibunuh dengan cara tubuhnya dipotong menjadi
tiga bagian, lalu perutnya disobek dan janin di dalam perut tersebut
dikeluarkan. Belum selesai. Janin tersebut ditusuk dengan besi panas di atas
kepalanya lalu dipanggang. Seorang laki-laki dibunuh dengan cara dipenggal kepalanya,
lalu kepala yang terpisah dari tubuh tersebut ditusuk dengan bambu runcing dan
diletakkan di pojok jalan. Puluhan laki-laki lagi dibunuh dengan cara
kemaluannya dipotong dan dijadikan souvenir di depan rumah sang pembunuh.
Menyaksikan
hal tersebut, seketika Tuhan terbang kembali ke kahyangan. Ketika itu dia
menangis dengan sangat keras, lebih keras daripada tangisan pertamanya. Kepiluan
yang mendalam karena makhluk yang harusnya dia cintai tiba-tiba berubah menjadi
makhluk paling ganas.
Tuhan
menyesali semua yang telah terjadi. Menyesal telah menciptakan dunia. Menyesal telah
melawan kekosongan. Menyesal telah dilahirkan. Hingga Tuhan memutuskan untuk
membunuh dirinya sendiri.
Dan
setelah itu dunia menjadi berbeda. Kegelapan terjadi setiap harinya. Manusia sang
pembunuh diangkat menjadi raja oleh kekosongan. Dan kegelapan menamakan
dirinya, TUHAN.
Surabaya, 3 Juni
2016
No comments:
Post a Comment